Kulihat televisi setiap hari
Di mana-mana demonstrasi
Di kota-kota besar demonstrasi
Di kota kecil juga ikut demonstrasi
Ibukota didominasi
Gedung DPR/MPR diduduki
Dikepung berhari-hari
Terutama para mahasiswa mahasiswi
Kabarnya ada yang tertembak mati
Mereka katakan korban di Trisakti
Kemudian hari digelari pahlawan reformasi
Masih juga kata televisi
Makin ngeri pada kerusuhan mei
Pembakaran entah siapa yang memulai
Penjarahan yang katanya bertubi-tubi
Tak sedikit yang lari ke luar negeri
Langkah mencari perlindungan diri
Pusat perbelanjaan banyak merugi
Siapa pula yang meratapi
Dua puluh mei
Di kotaku sendiri
Akupun ikut demonstrasi
Sebentar lupakan skripsi
Penghitungan ulat bisa nanti
Sesuai jadwal yang dimodifikasi
Kuliah jadi libur hari ini
Kadang duduk kadang berdiri
Sembari santai mendengarkan orasi
Tuntutan atas nama anak negeri
Ada seorang bapak pakai baju korpri
Sendirian tampilnya begitu berani
Yang lain tak ada pegawai negri
Muncul dengan wujud jatidiri
Apalagi ke depan ikut orasi
Bapak berbaju korpri yang kemudian hari kukenal sebagai seorang penyair. Sempat mengundangku menghadiri peluncuran puisi: Kemarau dalam sekumpulan sajak.
[…] Sunarno Kampung Manisku // 1998 // “98 yang […]
[…] Sunarno Kampung Manisku // 1998 // “98 yang […]
[…] 5. Kampung Manisku // 1998 […]
Pertama kali baca puisi ini, aku speechless dan bingung mau komentar apa. Baca yang kedua kalinya, masih juga speechless. Mungkin karena puisinya terlalu dalam. Terlalu nyata. :”) Tapi aku penasaran, siapa bapak berbaju korpri itu?
aku masih menyimpan bukunya “Aku Mengunyah Cahaya Bulan” kalau yang “Kemarau dalam sekumpulan sajak” sudah raib ga tau kemana
Waaa penggambaran yang bagus. 😃
karena sebagian aku juga pelakunya
98 yang menyeramkan.
hanya sedikit yang bisa kuingat
Hi my friend
what’s up
I still in Hospital but tomorrow doctors staff wors on my heart (pace maker) I hope you be fine
see ya soon my friend
Gianmarco 🙋
i fine sir
get well soon sir
I hope so…
of course