Sepagi ini hujan pun bernyanyi. Tempias merembes mengusap dinding kayu. Dingin tak terhindarkan segera merasuki. Pintu rumah, jendela dan juga kusen-kusennya lembab semakin rapat. Kehilangan celah setelah kemarau jauh-jauh meninggalkannya. Tanpa teman derit ketika membuka.
Tak kusangka tangan kenangan menggapai-gapai sampai pada punggung masa kecil. Setelah takut terlalu senja maka kuyup dijalani. Was-was jika ibu cemas menanti kepulangan. Sesiang suara hujan seperti dihantamkan tak berkesudahan. Melahirkan tekad hanya berpayung daun talas pemberian sebelah sekolah. Tetap saja kuyup menjalari. Seberapalah sanggup daun talas melindungi putih merah hati yang esoknya musti dipakai kembali.
Kampung yang teduh. Segala tetanaman tumbuh. Juga ilalang menjulang di pinggir jurang sebelah makam. Tangan kenangan itu tak mau diam. Meraihnya, mengulurkan jabat tangan. Merentangkan ingatan sepanjang waktu. Pada hujan hijau, tanah basah yang selalu datang pada musimnya. Pada ilalang yang selalu dibabat tetap tumbuh kembali. Sekeranjang penuh dibawa pulang.
kampungmanis, 02032020
teringat kampung halaman 😦
daerah hujankah kampung halamannya
iya. ada saja kenangan kala hujan
wow.. very nice.
terima kasih
Segelas kopi dan satu judul puisi
mantap, saya belum ngopi sepagi ini