Pohon pinus yang menyembunyikan sunyi kerap memantulkan strobilus dalam untaian irama angin yang berbisik, memanggil-manggil merindukan jiwa yang lelah berharap pada langkah tanjakan. Menemukan percakapan pelan di depan perapian unggun yang dinyalakan para pekemah –meninggalkan remah-remah sisa kunyahan yang terlepas tanpa disadarinya menuntun sekumpulan semut mendengus aroma lezat yang dapat dijadikan bahan cadangan saat pacelik datang. Cukup diangkut ke dalam sarang secara pelan-pelan, nyaris tanpa gangguan. Melupakan sisa pembakaran, terlepas ke udara dihisap segenap pemilik kehidupan, juga abu berserak menyatu dengan rerumputan. Terselip pada setiap celah sempit tanpa suara jerit.
Kadang, ada saja terbit pertanyaan orang-orang, mungkin hanyalah potongan cerita yang ada saja menceritakan dalam pengulangan. Bukan semacam sejarah yang perlu diajarkan di bangku sekolah. Hanyalah seonggok perjalanan, potongan yang terpisah dari kisah yang dicoba sesekali merebahkan lelah. Melepaskan penat sejenak dari rutukan rutinitas, agar segar kembali dapat dihirup kuat-kuat, kebetulan saja pohon pinus menemukan peminatnya. Pada usia renta jadi kenangan yang membanggakan. Kisah pengelanaan yang bisa diceritakan tak hirau pada bab pengulangan.
Menuju desember yang basah, di antara pinus-pinus yang retak, melepaskan strobilus ke tanah. Ada saja langkah menelusup menyibak gerimis. Berbalut baju tebal dengan berat menghalau dingin. Sepertinya sedang merajut simpul-simpul cerita yang bisa dinyanyikan esok kemudian dalam tembang kenangan. Sedikit catatan-catatan coba diguratkan, di sela irama angin yang pelan berbisik.
Kampungmanis, 10 Juli 2020
Tentang pinus, saya jadi ingat pernah tinggal lama di daerah hutan pinus di Aceh, Mas No..di kawasan ekosistem Leuser..
Kalo lagi ada angin.. ternyata pohon pinus itu ngluarin suara..berdesis..benar seperti orang berbisik…