Archive | Agustus 2020
You are browsing the site archives by date.
Entah
entah pada puisi yang mana kata-kata terus menggema seperti doa disebutkan berulang larik-larik dalam gumaman akupun lupa kapan dituliskan
Terguyur Basah
kita masih mengikuti langkah terguyur basah keranjang belum terisi penuh pilahan rumput kering di sela tonggak padi interupsi musim yang tiba-tiba karena angin kering masih memanggil layang-layang meriuhkan sendaren
Hujan Sela di Agustus
biasanya ada bediding menguatkan kibaran merah putih sejak tanggal satu ditegakkan pada tiang bambu aneka hiasan umbul-umbul saling nyembul kemeriahan menyita tiap gang lupakan sejenak kepenatan tanpa bediding yang kutemukan aneka kudapan masih dijajakan pandemi sedikit saja mengusik jenuh menelikung ketabahan di sela agustus tiba-tiba saja debu-deu jalanan disiram dari ketinggian merata membasuh […]
Ketika Beku Membelenggu
adaku yang menunggumu goresan-goresan seperti dulu mengalir kadang malu-malu apa yang harus kutuliskan selain kebekuan dalam penantian tak semudah aliran mencuri perhatian siang malam tak juga bertandang sebentuk angan tentang tulisan yang dulu terasa begitu gampang
Dari Imaji
aku kembali dari imaji mencari sebentuk puisi di rak sudut paling kiri sebelum ada yang mengemasi meski tak ada yang membeli
Tak usah malu disebut bangsa tempe
Originally posted on kampungmanisku:
Akhir abad ke 20, istilah bangsa tempe dikonotasikan dengan sesuatu yang negatif. Bangsa yang jauh dari kemajuan. Bahkan tak jarang dilekatkan makna sebagai bangsa yang susah untuk diajak maju. Entah dari mana asal mula istilah ini menjadi sebuah bahasa yang ngetrend. Pengucapannya dengan intonasi yang merendahkan. Era itu, masa pemerintahan orde…
Hujan Sela
telah membasah aspal di depan rumah bukan lagi rerintik yang bertandang meski tak lama cukuplah menghangat seperti jabat erat jumpa sahabat saling melepas kerinduan lambaian dedaunan kegirangan di bulan kibaran merah putih celah-celah tanah sedikit merapat
Belum Sampai Hujan Sela
rerintik sangat tipis rindu pada daun beku coklat lama telah berakrab dengan matahari sejuk menyentuh ujung rindu seperti seduhan embun pagi tak lama lagi tanpa bekas apalagi kelupasan aspal tak cukup menyesap hanyalah sebuah titik di kerimbunan pasir terserap terik yang memang musimnya
Sejuk Penyelesaian
dentum keinginan rebah bersama tabah langkah terurai di tiap lengkung perjalanan membagikan kisah abai pada lapar yang menuai sunyi seakan tiada lagi jumpa magrib tentu tidak akan lama saat lapar tergantikan sejuk penyelesaian