Dia seorang lelaki penjelajah. Betapa tidak, tidak sedikit kota yang telah dijelajahinya, tak tanggung-tanggung. Seribu kota, telah dilewatinya. Hanya untuk satu tujuan, demi hati yang sangat dirindukan. Kehilangan yang memilikan, mengantarkan pengembaraan panjang. Tak luput pula seribu hati ditanyai, menanyakan kemana, dimana gerangan sang pujaan. Jejaknya tak juga didapatkan kepergian, tak terlacak. bertahun-tahun pengembaraan pencarian, tak kunjung sampai pada titik temu. Berapa negara, yang telah dilewatinya, hingga mencapai seribu kota.
Sewu kuto uwis tak liwati
Sewu ati tak takoni
Nanging kabeh
Podo rangerteni
Lungamu neng endi
Pirang tahun anggonku nggoleki
Seprene durung biso nemoni
Sebenarnya upaya untuk melupakan sudah juga dilakukan, sebelum pengembaraan panjang jadi lelakunya. Sekuat mungkin, sebisa-bisanya untuk menghapus segurat nama yang dulu sangat lekat. Begitu kuat. Tak bisa membohongi sesiapun, termasuk dirinya sendiri. Bahwa, rasa itu masih ada, bersemayam di dada.
Wis tak coba
Nglaliake
Jenengmu soko atiku
Sak tenane aku ora ngapusi
Isih tresno sliramu
Jika, hati yang dirindu, hati yang dicari itu telah mendapatkan kemuliaan, kebahagian bersama hati yang lain keikhlasan melepaskan telah dipersiapkan. Hanya, hanya saja, ada satu permintaan. Satu-satunya permintaan. Sekali saja semoga ada pertemuan, meski itu sekejap saja. Karena akan menjadi obat yang menggemuruh di dalam dada.
Umpamane kowe uwis mulyo
Lilo aku lilo
Yo mung siji dadi panyuwunku
Aku pengin ketemu
Senajan waktumu mung sedhela
Kanggo tombo kangen jroning dodo
(sekedar ngotak-atik sesukanya, lagu jawa karya Didi Kempot, Sewu Kuto)
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Terkait