“Katakan ya.”
Aku tak mengerti. Tiba-tiba saja ada sms masuk, tanpa prolog apapun. Ragu-ragu, memberikan balasan atau tidak. Kuperhatikan begitu lama nomornya sama sekali tak kukenali.
“Maksudnya?”
“Katakan saja ya atau tidak.”
Aku makin bingung. Apa maksudnya. Juga, dari siapa.
“Salah kirim kali.”
“Tidak.”
Siapa sebenarnya yang iseng-iseng mengerjaiku malam-malam begini. Kuingat-ingat pernahkah aku membuat janji dengan seseorang. Janji apapun itu. Waktu dekat ini. Nihil. Beberapa waktu yang lalu mungkin. Kuingat-ingat semua teman-teman, laki-laki juga perempuan. Tidak kutemukan siapapun yang pernah ada janjian denganku.
“Kau tahu namaku?”
“Tahu”
“Tahu aktifitas keseharianku?”
“Tahu banget”
Semakin keras kuingat, pernahkah membuat janji. Aku semakin yakin tak ada janji apapun.
“Boleh tahu ya atau tidak tentang apa?”
“Cukup katakan ya atau tidak”
Semakin membingungkan saja. Tak tahu arah pembahasan tentang apa. Bagaimana aku harus menjawab ya tentang apa. Tidak tentang apa.
“Nanti dulu” aku mencoba mengulur untuk mendapatkan kejelasan tentang apa ini sesungguhnya.
“Cukup jawab ya atau tidak”
“Apanya?”
“Ya sudah, berarti kita tak berjodoh.”
“Temui aku besok pagi, di tempat biasa.”
Kutunggu cukup lama tak ada lagi tanggapan.
Pagi hari aku menunggu angkot menuju ke tempat kerja, ada seorang lelaki mendekatiku. Aku tak yakin kalau yang semalam orang ini.
“Boleh bicara sebentar.”
Siapa lagi ini. Apakah orang yang sms semalam? Kok laki-laki? Terus jodoh apaan, kan aku juga laki-laki.
“Silakan.”
Lelaki di depanku menghela nafas entah karena apa
“yang semalam…”
“Ya.”
“Yang sms Anda semalam itu pasien saya, maaf kalau mengganggu ketenangan Anda”
“Maksudnya?”
“Aku seorang psikolog.”
Ketika Ya tak semudah ya.
Iya ya
Interesting twist at the end! I did not see that coming! Nice piece of writing Sunarno.