Kau dengar gemericik di depan rumah itu? Itu bukan hujan bukan pula sungai, tak ada basah yang kita temukan. Selokan hanya berisi daun-daun kering yang lepas dari ranting. Menumpuk kapan-kapan kita bakar. Halaman rumah tetap berdebu, mudah tersibak oleh telapak kaki yang berlalu. Suara yang tak pernah kita temukan saat masih penuh rumpun bambu. Musim hujan juga musim kemarau. Kini tidak lagi kita temukan suara guek menyayat pilu. Memanggil-manggil anaknya yang belajar terbang. Nyungsep ditumpukan batang kedelai di emperan yang besoknya kita jemur.
Kau dengar gemericik di depan rumah itu? Sejak rumpun bambu berganti lembaran-lembaran lebar daun jati. Suara itu berulang pada bulan yang sama. Seperti gemericik air, seperti gerimis, seperti buah-buahan kecil jatuh berulang-ulang, begitu ritmis seperti merdunya puisi dibacakan berulang dengan nada pelan-pelan. Lamat-lamat disenandungkan.
Tahukah kau suara itu? Selalu seperti itu setiap waktu. Bukan desau angin. Kita telah akrab lirih derainya angin mengayun pohon bambu. Meliukkan pucuk bambu juga merontokkan dedaunannya di musim kering. Sesekali bajing melenting dari pucuk satu ke pucuk lain. Desau angin tak pernah betah lama-lama, seringkali berganti irama. Kadang kehilangan nada, tak ada yang bisa kita dengarkan, kadang melengking menhantui bocah di malam yang dingin. Apalagi waktu kita kecil saat musim maling. Konon jin juga ikut bermain.
Kenalilah suara itu. Suara di depan rumah yang hinggap di tanaman jati. Begitu enak dinikmati. Lembut, tak kenal waktu, meski hanya musim tertentu. Setelah tumbuh kembali sehabis gundul daunnya sama sekali. Hanya bertahan beberapa hari, daun tinggal tulang belulang. Tak lama kemudian ada yang bergelantungan. Ada yang jadi santapan. Ada yang kemudian bisa terbang. Melanjutkan kisah perjalanan.
Kenalilah, kenalilah suara itu. Benda sebesar biji-bjian, lebih kecil dari biji sawo kecik berjatuhan bergantian. Jarak waktu yang seimbang. Menerpa tanah tak bergulingan, tak ada lentingan. Meskipun bulat hitam. Memang tidak pejal. Dikeluarkan dari yang bernyawa nempel di dedaunan.
30 Maret 2020
Why you don’t insert Google Translator in your blog? Please do it.
see pilih bahasa diberdayakan oleh google terjemahan
lanang opo wedok pak?
ora ngerti, aku ora nganti takon lanang opo wedok
suarane ora ceto toh pak? uplot ke yutub videonya pak
kuwi uler jati, yo ora jelas lanang opo wedok
Kira-kira dua minggu yang lalu, itu juga terjadi di beberapa pohon jati belakang rumah saya. ramai betul, apalagi kalau ada angin. tanah jadi kehitam-hitaman, disapu tidak bisa bersih. sebetulnya jarang ada yg mau menyapu di bawahnya, takut ketempelan yg bergelantungan 😅
kalau sedang musimnya ya begitu, banyak yang takut